Empat Pelaut Bertahan di Selat Bali: Kisah Iman, Doa, dan Keajaiban di Tengah Laut

Di perairan Selat Bali yang terkenal dengan keganasannya, sebuah kisah luar biasa tentang ketahanan, iman, dan kekuatan doa telah terungkap. Empat pelaut, termasuk nahkoda Abdurrahman, berhasil selamat setelah terombang-ambing di laut selama empat hari, sebuah pengalaman yang menguji batas kemampuan manusia untuk bertahan hidup.

Insiden bermula pada Sabtu, 17 Mei 2025, ketika kapal fiber yang mereka gunakan untuk mencari nafkah dihantam ombak besar dan terbalik. Abdurrahman, dalam wawancaranya, menceritakan bagaimana gelombang dahsyat menerjang kapal mereka dari belakang, menyebabkan kapal terbalik seketika. Mereka terlempar ke laut, berjuang di tengah arus yang kuat dan dinginnya air. Dalam situasi panik, mereka berusaha berpegangan pada serpihan kapal yang mengapung, namun gelombang susulan memisahkan mereka.

Beruntung, mereka semua adalah perenang yang baik dan berhasil kembali berkumpul, berpegangan pada badan kapal yang terbalik. Namun, harapan untuk menyelamatkan kapal pupus setelah cadik, bagian penting untuk menjaga keseimbangan kapal, patah dan hanyut. Dengan kapal yang tidak dapat digunakan, mereka hanya bisa pasrah pada arus laut.

Selama empat hari berikutnya, mereka terombang-ambing di tengah laut. Siang hari mereka terpapar terik matahari yang membakar, sementara malam membawa hawa dingin yang menusuk tulang. Tanpa makanan yang layak dan persediaan air yang minim, mereka harus bertahan hidup dengan memakan ikan mentah dan tumbuhan laut seadanya. Secercah harapan muncul ketika mereka menemukan sebotol air mineral yang mengapung, yang mereka bagi secara bergantian.

Di tengah kesulitan yang luar biasa, mereka tidak kehilangan harapan. Abdurrahman mengatakan bahwa mereka terus berdoa kepada Allah SWT, memohon pertolongan. Pada suatu malam, mereka mendengar suara aneh di tengah laut. Suara itu terdengar seperti orang yang sedang mengaji, sangat keras dan jelas, meskipun mereka berada jauh dari daratan.

Tanpa sepengetahuan para pelaut, di Banyuwangi, istri Abdurrahman, Sumini, sedang mengadakan pengajian selama tiga hari berturut-turut. Para kiai, ulama, dan tokoh adat dari Madura, tempat asal keluarga mereka, berkumpul untuk berdoa memohon keselamatan para pelaut. Abdurrahman percaya bahwa suara lantunan ayat suci yang mereka dengar di laut adalah jawaban dari doa-doa yang dipanjatkan untuk mereka.

Akhirnya, pada Kamis, 22 Mei 2025, tim dari Pos TNI AL Muncar, yang menerima laporan tentang hilangnya kontak dengan para pelaut, berhasil menemukan mereka di pesisir Pantai Plengkung, kawasan Taman Nasional Alas Purwo. Mereka ditemukan dalam keadaan selamat meskipun lemah dan dehidrasi.

Peristiwa ini menjadi bukti nyata tentang kekuatan iman, keteguhan hati, dan doa. Di tengah ganasnya laut, harapan datang dari daratan, melalui doa-doa yang membawa mereka kembali ke pelukan keluarga.